PROBOLINGGO — Polemik keberadaan sound horeg kembali mencuat di tengah masyarakat setelah munculnya fatwa haram dari salah satu pesantren di Jawa Timur. Namun, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Probolinggo menegaskan belum ada fatwa resmi yang diterbitkan terkait hukum penggunaan sound horeg.
Wakil Ketua Umum MUI Kabupaten Probolinggo, KH Abd Wasik Hannan, menyatakan bahwa hingga saat ini, baik MUI tingkat kabupaten, provinsi, maupun pusat belum mengeluarkan keputusan tertulis mengenai status hukum sound horeg.
"Kami belum memiliki fatwa resmi. Namun kami tetap mengambil sikap berdasarkan kaidah syar’i dan dampak sosial yang muncul dari penggunaannya,"ujar KH Wasik, Senin (7/7/2025).
Ia menegaskan bahwa penggunaan sound horeg baru dapat dinilai haram apabila menimbulkan gangguan nyata terhadap lingkungan sosial atau menjadi sarana untuk perbuatan maksiat.
"Jika penggunaan sound horeg mengganggu ketertiban, meresahkan masyarakat, atau digunakan untuk kegiatan yang melanggar norma agama, seperti campur baur laki-laki dan perempuan dalam joget-jogetan, maka jelas itu haram," tegasnya.
Menurut KH Wasik, penilaian hukum dalam Islam tidak bisa dilepaskan dari konteks kemaslahatan dan mudarat yang ditimbulkan. Oleh karena itu, ia mengajak masyarakat untuk tidak gegabah dalam memberikan label haram terhadap fenomena tertentu tanpa mempertimbangkan kondisi riil di lapangan.
"Kalau tidak ada unsur gangguan, tidak ada kemaksiatan di dalamnya, maka tidak serta-merta dihukumi haram. Islam sangat rasional dan proporsional dalam menimbang sesuatu," Jelasnya.
Seiring dengan maraknya penggunaan sound horeg dalam berbagai kegiatan masyarakat, MUI Kabupaten Probolinggo mengimbau semua pihak agar lebih bijak dan bertanggung jawab, terutama dalam menjaga nilai-nilai moral dan ketertiban umum.
