Pak Jasin dan Jeratan Pinjaman Mingguan: Klarifikasi Pemerintah Desa Betek, “Ini Bukan Soal Bantuan, Tapi Utang yang Tak Pernah Selesai”
Oleh: PortalProbolinggo.com
Probolinggo – Di balik sejuknya hawa perbukitan Kecamatan Krucil, terselip kisah getir dari Dusun Perengan, Desa Betek. Seorang warga bernama Pak Jasin, beberapa waktu terakhir menjadi perhatian publik setelah kisah hidupnya viral—tinggal di gubuk sederhana, terlilit utang, dan seolah tak mendapat pertolongan.
Namun klarifikasi datang dari Pemerintah Desa Betek. Sekretaris Desa, Samsul Arifin, menegaskan bahwa masalah utama yang dialami Pak Jasin bukanlah soal ketiadaan bantuan pemerintah, melainkan jeratan utang dari lembaga keuangan mikro yang terus bergulir dan membesar.
“Sejak awal kami dampingi. Bantuan dari pemerintah seperti BPNT dan BPJS sudah diterima. Bahkan rumahnya dibangun kembali secara gotong royong dengan melibatkan warga dan dinas terkait. Ini bukan persoalan tidak dibantu, tapi karena pinjaman mingguan yang membuat Pak Jasin kesulitan keluar dari lilitan utang,” ujarnya kepada media, Selasa (15/4).
Utang Sudah Lunas, Tapi Diminta Pinjam Lagi
Informasi baru datang dari keluarga Pak Jasin. Disebutkan bahwa utang tersebut pernah dilunasi dengan menjual sebidang tanah. Namun setelah lunas, ia justru kembali diminta mengambil pinjaman baru oleh pihak koperasi yang disebut-sebut berada di bawah naungan salah satu bank BUMN.
Kini, Pak Jasin masih memiliki kewajiban cicilan mingguan sebesar Rp2.100.000, dengan tenor lebih dari satu tahun. Bagi masyarakat desa dengan penghasilan tak menentu, jumlah ini sangat berat.
“Dulu sudah lunas. Tapi disuruh ambil lagi, katanya untuk jaga nama baik di sistem. Sekarang malah makin berat bayarnya,” tutur seorang anggota keluarga.
Fenomena Luas, 80 Persen Warga Terlilit
Menurut data informal dari Pemerintah Desa Betek, sekitar 80 persen warga Dusun Perengan juga menghadapi situasi serupa. Banyak yang harus menjual sawah, ternak, bahkan mengalami perceraian karena tekanan penagihan dari lembaga pinjaman mingguan.
“Sudah bukan rahasia umum. Hari Senin jadi hari paling menegangkan di dusun ini, karena penagihan datang. Ada warga yang sembunyi, ada yang sampai merantau,” kata Samsul Arifin.
Panggilan untuk Intervensi Sistemik
Pemerintah Desa Betek berharap kejadian ini menjadi bahan evaluasi bagi lembaga terkait, khususnya regulator keuangan dan kementerian yang menaungi lembaga keuangan mikro. Masyarakat kecil, menurut Samsul, membutuhkan perlindungan yang nyata dari praktik pinjaman yang cenderung memaksa dan mengikat tanpa kontrol sosial yang sehat.
“Kami apresiasi semua bantuan yang sudah datang, baik dari pemerintah maupun masyarakat. Tapi jangan sampai kasus Pak Jasin hanya jadi tontonan viral. Ini adalah realitas banyak rakyat kecil yang terlilit sistem pinjaman yang terus berputar tanpa solusi jangka panjang,” pungkasnya.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak koperasi atau lembaga keuangan yang bersangkutan.