Probolinggo – Sejumlah siswa di SMK Sore Probolinggo menyampaikan adanya dugaan pemotongan dana Program Indonesia Pintar (PIP) yang semestinya diberikan penuh kepada penerima. Mereka mengaku tidak pernah memegang langsung dana tersebut, karena langsung diminta oleh pihak sekolah setelah proses pencairan dari bank.
“Saya nggak pegang uangnya, Kak. Setelah cair dari bank, langsung diminta guru. Katanya dipakai untuk bayar uang gedung, SPP, tabungan, dan ujian,” ungkap seorang siswa, yang identitasnya disamarkan demi keamanan.
Yang memicu pertanyaan lebih lanjut, menurut pengakuan siswa, besaran SPP untuk penerima PIP justru lebih tinggi dibanding siswa reguler. SPP untuk siswa reguler ditetapkan sebesar Rp150.000, sedangkan siswa penerima PIP dikenakan Rp250.000 per bulan.
“Awalnya nggak ada biaya SPP atau uang gedung. Tapi setelah dana PIP naik jadi Rp1,8 juta, baru muncul potongan-potongan itu. Kalau kami nggak mau dipotong, sekolah katanya nggak mau bantu pencairan,” tambahnya.
Para siswa juga mengaku merasa takut untuk mencairkan dana secara mandiri. Disebutkan bahwa sebelumnya ada siswa senior yang mencoba mencairkan sendiri sebagian dana, namun dipanggil pihak sekolah karena dianggap tidak sesuai prosedur internal.
Perbandingan SPP
Kutipan Regulasi Resmi
Permendikbud Nomor 10 Tahun 2020, Pasal 8 Ayat (1):
“Dana PIP diberikan langsung kepada siswa yang berhak melalui rekening atas nama siswa, dan tidak diperkenankan dipotong oleh pihak sekolah atau pihak lain.”
Program Indonesia Pintar (PIP) adalah bantuan dari pemerintah pusat untuk memastikan anak-anak dari keluarga tidak mampu bisa melanjutkan pendidikan. Segala bentuk pemotongan atau pengalihan dana tanpa persetujuan sah dari siswa atau wali dapat dianggap melanggar regulasi yang berlaku.
Hingga berita ini dirilis, pihak sekolah belum memberikan keterangan resmi. Masyarakat dan pemerhati pendidikan berharap Dinas Pendidikan segera turun tangan untuk melakukan investigasi dan memastikan hak siswa tidak disalahgunakan.
DISCLAIMER:
Laporan ini berdasarkan pengakuan sejumlah siswa dan masih bersifat dugaan. Pihak sekolah belum memberikan klarifikasi resmi. Konten ini tidak bertujuan menyudutkan pihak mana pun, melainkan untuk mendorong transparansi dan perlindungan hak siswa. Verifikasi lebih lanjut dari instansi terkait sangat diperlukan.