Probolinggo, 26 Juni 2025 – Dalam sesi seminar kebijakan yang menjadi bagian dari agenda Launching Buku ERDKK dan Aplikasi Pesan Pubers, Dr. Ahmad Fawaid, M.Th.I., anggota Tim Percepatan Pembangunan Daerah (TP2D) Kabupaten Probolinggo, menyoroti ketimpangan mendasar dalam sistem distribusi pupuk bersubsidi. Ia menyampaikan bahwa akar masalah distribusi pupuk terletak pada ketidaksesuaian antara kebutuhan nyata petani dan jenis pupuk yang dialokasikan pemerintah.
“Di banyak desa, petani seharusnya mendapat Phonska, tapi justru yang datang adalah Urea. Ini bukan sekadar soal teknis, tapi soal skema yang tidak menyentuh kenyataan di lapangan,” tegas Fawaid dalam paparan seminar.
Menurutnya, selama pendekatan kebutuhan pupuk hanya berbasis formulasi administratif dari atas, dan bukan aspirasi dari bawah, maka ketidaktepatan distribusi akan terus berulang. Ia menekankan pentingnya validasi ulang data kebutuhan berdasarkan komoditas, kondisi tanah, dan musim tanam spesifik desa.
“Masalah pupuk itu tidak seragam. Setiap wilayah punya karakteristik dan kebutuhan yang berbeda. Maka, solusi satu formulasi untuk semua jelas keliru,” paparnya di hadapan peserta seminar dari OPD, DPRD, aparat penegak hukum, distributor pupuk, dan penyuluh pertanian.
Mendorong Reformasi Skema Pendataan
Fawaid mengapresiasi langkah Dinas Pertanian meluncurkan Buku ERDKK dan aplikasi Pesan Pubers sebagai bentuk keterbukaan data. Namun, ia juga mengingatkan bahwa teknologi tidak akan berdampak besar jika data yang dimasukkan tidak berasal dari proses penggalian kebutuhan yang benar.
“Teknologi mempercepat proses, tapi kalau data dasarnya keliru, yang terjadi hanya percepatan dari distribusi yang salah,” ujarnya kritis.
Usul Forum Dialog Tahunan Petani–Pemerintah
Sebagai rekomendasi, Fawaid mendorong pembentukan forum dialog rutin antara petani, pemerintah desa, penyuluh, dan Dinas Pertanian untuk merevisi dan merevalidasi data ERDKK secara partisipatif setiap tahun. Menurutnya, kebijakan pertanian akan jauh lebih efektif jika diawali dari proses mendengarkan langsung kebutuhan petani.
“Kita tidak bisa lagi menyusun kebijakan dari ruang kantor. Kita harus turun, mendengar, dan memastikan data benar-benar dari bawah,” pungkasnya.
Pewarta : Manis paswedan
Editor : Pricilla Mambo S.H