Probolinggo – Di tengah sorotan publik terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang dinilai mengancam masa depan petani tembakau, Pemerintah Kabupaten Probolinggo menegaskan komitmennya untuk terus berpihak pada para petani. Hal itu disampaikan langsung oleh Anggota TP2D, Dr. Ahmad Fawaid, saat menjadi narasumber dalam kegiatan dialog dan pembinaan petani tembakau yang digelar selama dua hari, 23–24 Juni 2025, di Ridho Outbond, Krejengan, Kabupaten Probolinggo.
Acara yang dibuka oleh Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Probolinggo, Arief, tersebut dihadiri ratusan Kelompok Tani dari berbagai kecamatan. Dalam forum tersebut, Dr. Ahmad Fawaid menegaskan bahwa kontribusi sektor tembakau bagi negara sangat besar, tidak hanya dari sisi penerimaan cukai, tetapi juga dari sisi penyerapan tenaga kerja.
“Bagi hasil Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) terbesar dinikmati oleh negara. Industri ini menyokong lebih dari 6 juta tenaga kerja dan menjadi tumpuan hidup jutaan petani, termasuk di Kabupaten Probolinggo. Maka, kita harus pastikan petani tembakau tetap jaya dan sejahtera,” ujar Fawaid dalam pemaparannya.
Namun demikian, Fawaid juga menyoroti masih adanya persoalan klasik dalam tata niaga tembakau, terutama terkait penentuan harga. Ia menekankan pentingnya keterbukaan dalam penentuan harga tembakau yang harus melibatkan seluruh pemangku kepentingan, termasuk petani, pemerintah, Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), serta pihak gudang.
“Harga tembakau tahun lalu Rp70 ribu per kilogram dianggap mahal oleh petani. Tapi jika dihitung dengan analisis usaha tani yang benar—seperti biaya penyiraman lahan, pengolahan tanah, dan lainnya—harga itu sebenarnya masih murah. Sayangnya, banyak petani kita belum melakukan analisa usaha tani yang tepat,” jelasnya.
Terkait regulasi terbaru, PP 28/2024, Fawaid mengingatkan adanya risiko serius bagi petani tembakau. Aturan tersebut dinilai fokus pada pengendalian konsumsi hasil tembakau, seperti penetapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dan target penurunan konsumsi rokok, namun belum dibarengi dengan perlindungan ekonomi bagi petani tembakau sebagai pelaku hulu.
Sebagai bentuk nyata keberpihakan, Pemerintah Kabupaten Probolinggo telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp5 miliar dari DBHCHT tahun ini khusus untuk mendukung petani tembakau.
Kegiatan ini juga menjadi ajang diskusi terbuka antara pemerintah daerah dan para kelompok tani. Salah satu PPL Paiton, Haris, mengaku lega atas komitmen pemerintah daerah. “Selama ini kami sering bingung soal harga. Kalau sekarang pemerintah mau ikut mengawal harga dan bantu penguatan kelembagaan, kami sangat mendukung,” ujarnya.
Melalui kegiatan ini, diharapkan seluruh pihak dapat bersinergi menjaga keberlangsungan industri tembakau secara adil, tanpa mengabaikan kesejahteraan petani sebagai pilar utama sektor ini.