Probolinggo-Rencana eksekusi lahan sengketa di Dusun Patemon, Desa Alas Pandan, Kecamatan Pakuniran, Kabupaten Probolinggo, kembali mengalami penundaan. Hingga kini, Pengadilan Negeri (PN) Kraksaan belum memberikan klarifikasi resmi terkait alasan penundaan pelaksanaan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap sejak 2012 itu.
Dicky, seorang pengacara, menegaskan bahwa eksekusi putusan pengadilan wajib dihormati oleh semua pihak. Menurutnya, setiap tindakan menghalangi eksekusi dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana.
“Perbuatan menghalangi pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang sudah inkrah bukan hanya melawan hukum, tetapi juga mencederai prinsip res judicata pro veritate habetur. Putusan pengadilan itu harus dianggap benar dan mengikat, sehingga wajib dilaksanakan,” kata Dicky saat dikonfirmasi via telepon WhatsApp, Senin (29/9/2025).
Ia menjelaskan, ketentuan hukum positif memberi rujukan jelas. Pasal 212 KUHP mengatur perlawanan terhadap pejabat yang menjalankan tugas sah, sementara Pasal 216 KUHP mengatur tentang keengganan memenuhi perintah pejabat berdasarkan undang-undang. “Dalam konteks eksekusi, aparat pengadilan maupun kepolisian bertindak sebagai pejabat umum. Jadi, penghalangan bisa dijerat pasal-pasal tersebut,” tambahnya.
Bahkan, kata Dicky, jika penghalangan dilakukan dengan mengerahkan massa hingga menimbulkan intimidasi, provokasi, atau perlawanan fisik, maka bisa dijerat Pasal 160 KUHP tentang penghasutan. “Itu sudah masuk ranah obstruction of justice yang merintangi jalannya peradilan sah,” tegasnya.
Di sisi lain, Agus, pihak penggugat sekaligus pemenang perkara, mengaku kecewa dengan penundaan tersebut. Ia menilai, pihaknya sudah menyiapkan alternatif tempat tinggal bagi tergugat agar eksekusi berjalan manusiawi. Namun, hingga kini eksekusi kembali tertunda tanpa penjelasan resmi.
Sementara itu, PN Kraksaan yang berwenang mengeksekusi putusan, belum memberikan klarifikasi. Upaya konfirmasi redaksi melalui telepon maupun pesan singkat belum mendapat respons hingga berita ini diterbitkan.
Situasi di Desa Alas Pandan sendiri terpantau kondusif, meski sebelumnya sempat muncul kekhawatiran adanya potensi gesekan antarmassa. Sejumlah tokoh masyarakat berharap eksekusi dapat segera dijalankan dengan aman, damai, dan sesuai prosedur hukum.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena menyangkut wibawa peradilan. Pengamat menilai, penegakan putusan yang inkrah bukan sekadar kepastian hukum, tetapi juga ujian bagi supremasi hukum di Indonesia.