Probolinggo-Kebijakan retribusi tambahan sebesar Rp25 ribu per orang bagi wisatawan yang masuk kawasan Bromo melalui jalur Probolinggo menuai kritik. Kebijakan ini dinilai membebani karena biaya tersebut belum termasuk tiket resmi Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS).
Sejumlah pelaku wisata mengungkapkan, tambahan biaya itu membuat wisatawan berpikir ulang untuk lewat Probolinggo. Perbandingan pun muncul dengan jalur lain: Malang yang tidak mengenakan retribusi tambahan, serta Pasuruan dengan tarif yang dianggap lebih ringan.
“Kalau wisatawan merasa dibebani hanya karena masuk lewat Probolinggo, tentu mereka akan mencari jalur alternatif. Malang atau Pasuruan bisa jadi pilihan lebih menarik,” ujar salah satu pelaku wisata lokal.
Dampak ke Agen dan Transportasi Wisata
Agen perjalanan juga mengaku keberatan. Paket tur yang sudah ditetapkan berpotensi terganggu, apalagi untuk wisatawan mancanegara yang menuntut transparansi biaya.
Sopir jeep di kawasan Sukapura bahkan mulai merasakan penurunan jumlah penumpang. Beberapa rombongan yang awalnya masuk lewat Probolinggo kini lebih memilih jalur lain karena biaya lebih murah.
Harapan Pemkab dan Kekhawatiran Warga
Bupati Probolinggo, Gus dr. Haris, berharap sektor pariwisata tetap berkembang. Namun, pelaku wisata menilai kebijakan retribusi tambahan justru kontraproduktif dengan harapan itu.
Ketua asosiasi pelaku wisata setempat menegaskan bahwa pihaknya sudah meminta audiensi dengan pemerintah daerah. “Kami butuh regulasi yang mendukung, bukan justru menurunkan minat kunjungan,” tegasnya.
Kekhawatiran juga datang dari masyarakat lokal. Pedagang kecil hingga penyedia homestay merasa terancam karena penurunan kunjungan wisatawan akan berdampak langsung pada pendapatan mereka.
Usulan Solusi
Pelaku wisata mengusulkan agar retribusi tambahan dihapus atau setidaknya diturunkan. Mereka juga menyarankan agar mekanisme pembayaran lebih transparan dan terintegrasi dengan tiket resmi TNBTS, sehingga tidak menimbulkan kesan tumpang tindih dan memberatkan wisatawan.