KRAKSAAN. PortalProbolinggo.con Polemik pembangunan Kantor Desa Kedungsupit, Kecamatan Wonomerto, Kabupaten Probolinggo, kembali mencuat. Puluhan warga bersama Kepala Desa Herman mendatangi Kantor Bupati Probolinggo pada Jumat (19/3) pagi, menuntut kejelasan status tanah yang sudah dua tahun lebih tak kunjung diselesaikan pemerintah daerah.
Kedatangan warga diterima oleh sejumlah pejabat Pemkab di lantai 4 Kantor Bupati, antara lain Asisten Pemerintahan dan Kesra Sekda Kabupaten Probolinggo, Hari Kriswanto, perwakilan Dinas PMD, Bagian Hukum, dan Dinas Kominfo.
Kepala Desa Kedungsupit, Herman, mengatakan warga sudah terlalu lama menunggu realisasi kantor desa yang layak. Saat ini, seluruh pelayanan pemerintahan desa dilakukan secara darurat dan berpindah-pindah.
“Sudah dua tahun kami menunggu, tapi belum juga ada hasil. Saya harus melayani warga yang berjumlah hampir dua ribu orang tanpa kantor resmi. Kadang pelayanan di rumah, di jalan, bahkan di masjid,” ujar Herman dengan nada kecewa.
Ia menegaskan bahwa perjuangan warga bukan untuk kepentingan pribadi, melainkan demi pelayanan publik.
“Kami tidak minta uang, hanya minta tanah untuk kantor desa. Kalau memang anggarannya Rp700 juta belum bisa dicairkan karena alasan perencanaan, ya tolong carikan solusi. Jangan biarkan rakyat bingung,” tambahnya.
Pemkab Alasan KPK dan Perencanaan RKPD
Menanggapi hal itu, Asisten Pemerintahan dan Kesra Sekda Kabupaten Probolinggo, Hari Kriswanto, menjelaskan bahwa Pemkab tidak dapat melanjutkan proses pembelian lahan karena adanya rekomendasi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang melarang pengadaan tanah di luar perencanaan resmi.
“Usulan pembelian tanah untuk kantor Desa Kedungsupit senilai Rp700 juta tidak bisa dilakukan karena tidak tercantum dalam RKPD. Kami harus berhati-hati agar tidak menjadi temuan hukum,” kata Hari Didepan
Ia menambahkan, Pemkab tetap berkomitmen mencari solusi agar pelayanan di Kedungsupit bisa berjalan normal.
“Kami memahami kesulitan di lapangan, tapi aturan harus dijalankan. Solusinya bisa dibuka pada perencanaan tahun depan melalui pembahasan dengan DPRD,” ujarnya.
Ketua DPRD Oka Mahendra: Anggaran Sudah Ada, Eksekutif Harus Punya Jalan Keluar
Berbeda dengan pihak eksekutif, Ketua DPRD Kabupaten Probolinggo, Oka Mahendra, menegaskan bahwa masalah kantor Desa Kedungsupit seharusnya bisa segera diselesaikan karena seluruh tahapan administrasi sudah dijalankan oleh pihak desa.
Oka mengaku telah mengawal persoalan ini sejak awal. Menurutnya, proses tukar guling tanah sudah ditempuh sesuai mekanisme dan memakan waktu dua tahun, dengan 18 tahapan prosedural yang dilalui.
“Dari musyawarah desa, persetujuan BPD, hingga appraisal tanah semua sudah dilakukan. Bahkan tinggal menunggu tanda tangan bupati di tahap ke-16. Tapi justru di situ prosesnya mandek,” ungkap Oka.
Ia menuturkan bahwa berdasarkan hasil appraisal, nilai tanah pengganti memang dinilai tidak sebanding oleh Tim Percepatan Pembangunan Daerah(TP2D). Karena itu, muncul opsi agar Pemkab langsung membeli tanah warga senilai Rp700 juta, yang kemudian telah masuk dalam APBD.
“Saya tahu sendiri, anggarannya sudah masuk. Jadi, bukan tidak dianggarkan. Hanya saja, saat supervisi dengan KPK, eksekutif menyimpulkan seolah pembelian ini tidak boleh dilakukan. Padahal KPK tidak pernah melarang secara eksplisit,” tegasnya.
Menurut Oka, KPK hanya mengingatkan agar setiap kegiatan harus sesuai dengan perencanaan RKPD, bukan melarang substansi pengadaan tanah itu sendiri.
“KPK tidak bilang ‘tanah itu tidak boleh dibeli’. Mereka hanya mengingatkan semua harus melalui perencanaan. Jadi jangan dijadikan alasan untuk berhenti di tengah jalan,” katanya.
Oka menilai, perbedaan persepsi antara eksekutif dan legislatif tidak boleh membuat pelayanan masyarakat terbengkalai.
“Kami di DPRD sepakat, kalau memang ada kendala teknis atau perencanaan, harus dicari jalan keluar. Jangan hanya berhenti dengan alasan regulasi. Pemerintah harus hadir memberikan solusi, bukan membiarkan rakyat tanpa kantor desa,” tandasnya.
DPRD Desak Pemkab Segera Bertindak
Ketua DPRD menegaskan, pihaknya akan terus mendorong agar Pemkab mengambil langkah konkret. Baik melalui mekanisme perubahan RKPD maupun penyesuaian APBD berikutnya.
Ia juga meminta Pemkab menjaga komunikasi dengan masyarakat dan pihak pemilik tanah agar persoalan ini tidak berlarut-larut.
“Kalau opsi tukar guling tidak bisa karena pemilik tanah sudah menolak, ya harus ada pendekatan baru. Ini tinggal niat baik dan koordinasi antarinstansi,” ujarnya.
Oka berharap Eksekutif bisa segera mengambil keputusan yang berpihak pada rakyat.
“Jangan biarkan masalah administratif mengorbankan pelayanan publik. Ini soal keadilan dan hak warga negara,” pungkasnya.
Kasus Kantor Desa Kedungsupit menjadi cerminan kompleksitas antara regulasi, perencanaan anggaran, dan kebutuhan dasar masyarakat. Di satu sisi, pemerintah daerah harus taat pada aturan dan rekomendasi lembaga antikorupsi. Namun di sisi lain, keterlambatan dalam penyediaan kantor desa menimbulkan beban nyata bagi pelayanan publik di tingkat akar rumput.
DPRD Kabupaten Probolinggo menegaskan siap menjadi penengah agar polemik ini segera menemukan titik terang demi kepentingan masyarakat Kedungsupit yang menanti kehadiran Pemerintah di tengah desa mereka sendiri.