Probolinggo,- Gelombang keresahan warga Desa Temenggungan, Kecamatan Krejengan, Kabupaten Probolinggo, kian memuncak pasca tragedi minuman keras oplosan yang menewaskan dua orang. Hampir satu bulan berlalu, namun penanganan kasus tersebut dinilai stagnan, memicu amarah masyarakat.
Sebagai bentuk protes, warga membentangkan spanduk di sejumlah titik strategis desa. Bertuliskan tuntutan agar kasus ini diusut tuntas, spanduk itu menjadi simbol perlawanan terhadap ketidakjelasan proses hukum yang menyelimuti insiden tragis ini.
“Ini bukan peristiwa kecil, tapi tragedi kemanusiaan. Terlebih lagi, kejadiannya di rumah kepala desa,” ujar Mohammad, salah satu warga, Selasa (20/5/2025).
Peristiwa memilukan itu terjadi pada 26 April lalu. Enam orang diketahui berkumpul di kediaman Kepala Desa Temenggungan, M. Iqbal Ali Warsa, usai tahlilan almarhumah ibundanya. Malam yang awalnya hening berubah menjadi duka saat dua dari mereka, Rifkotul Ibad (19) dan M. Albar Ali Warsa (36) – adik kandung sang kades – meregang nyawa akibat dugaan miras oplosan.
Warga pun menilai tragedi ini sebagai noda besar bagi citra desa. “Kami lelah, desa kami dikenal bukan karena prestasi, tapi karena pesta haram. Ini memalukan,” keluh Iim, warga lain.
Situasi semakin pelik dengan munculnya dugaan keterlibatan oknum aparat. Kabar yang beredar menyebutkan, minuman beralkohol itu dibawa oleh seorang anggota polisi yang hadir malam itu. Hal ini makin menambah kecurigaan publik terhadap lambannya proses hukum.
“Kami ingin transparansi. Jangan sampai ada permainan di balik tragedi ini,” tegas Mohammad.
Hingga kini, pihak kepolisian belum memberikan keterangan resmi terkait perkembangan penyelidikan. Masyarakat berharap kasus ini ditangani dengan profesional dan terbuka agar kepercayaan publik terhadap penegak hukum tidak semakin terkikis.
Desakan demi desakan terus disuarakan. Warga berharap tragedi ini menjadi momentum pembenahan, bukan justru ditutupi oleh kekuasaan.