Probolinggo - Harapan keluarga Agus, pemenang sengketa tanah di Dusun Patemon, Desa Alas Pandan, Kecamatan Pakuniran, pupus sementara. Eksekusi lahan yang sudah diperjuangkan sejak 2008 akhirnya ditunda, meski perkara ini sudah inkrah hingga tingkat kasasi Mahkamah Agung tahun 2012.
Bagi Agus, penundaan ini menyakitkan. Pasalnya, ia dan keluarganya sudah menyiapkan segalanya agar eksekusi berjalan manusiawi.
“Kami sudah cari rumah singgah sementara untuk tergugat sejak beberapa hari lalu. Sudah dibayar, tapi ditolak. Kami cari lagi, tidak cocok. Bahkan malam sebelum eksekusi, tempat baru kembali kami siapkan. Menurut kami, itu layak. Tapi tetap saja ditolak,” tutur Agus dengan nada kecewa.
Agus menegaskan, pihaknya tidak ingin eksekusi ini menimbulkan penderitaan. Justru ia berupaya agar keluarga tergugat tidak terlantar.meskipun pada kenyataan nya tergugat ada yang memiliki mobil bahkan sudah membangun rumah .
“Kami ini hanya menuntut hak yang sudah jelas dimenangkan pengadilan. Bukan ingin menyengsarakan orang lain. Tapi kalau terus ditunda, keadilan bagi keluarga kami makin jauh,” katanya.
Lebih dari satu dekade Agus menunggu keadilan ditegakkan. Putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap seharusnya menjadi akhir dari perjalanan panjang ini. Namun kenyataan di lapangan, eksekusi kembali tertunda.
“Setiap penundaan membuat hati kami semakin hancur. Kami hanya ingin hak kami kembali. Kalau putusan pengadilan tidak dijalankan, untuk apa kami berjuang selama ini?” ucap Agus dengan mata berkaca-kaca.
Tanggapan Kuasa Hukum Tergugat
Kuasa hukum tergugat, Prayuda Rudy Nurcahya, tetap bersikeras eksekusi harus ditinjau ulang. Menurutnya, ada kejanggalan sejak awal perkara.
“Identitas penggugat berubah-ubah, dasar gugatan hanya Pipil, sementara klien kami memegang sertifikat sah. Lebih parah, batas-batas tanah dalam putusan berbeda dengan kondisi di lapangan. Kalau dipaksakan, bisa merugikan rumah warga lain,” ujarnya.
DPRD Turun Tangan
Anggota Komisi I DPRD Kabupaten Probolinggo, Muchlis, menegaskan bahwa perkara ini sudah inkrah sehingga eksekusi harus dihormati. Namun, ia juga mengingatkan potensi kericuhan di lapangan.
“Kami khawatir ada penumpang-penumpang gelap yang menghalangi eksekusi dan mencederai putusan hukum. Karena itu ditunda sementara, agar ketika dilaksanakan nanti, prosesnya benar-benar damai, tertib, dan sesuai aturan,” jelasnya.
Muchlis menambahkan, DPRD hadir untuk memastikan hukum ditegakkan, sekaligus tidak menimbulkan keresahan sosial.
“Eksekusi tetap harus jalan, tapi jangan sampai ada hak orang lain yang tidak berperkara ikut terlanggar. Itu yang sedang kami kawal,” tandasnya.(ma/ev)