
portalprobolinggo.com - Kegiatan di Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi yang berada di Desa Wangkal, Kecamatan Gading, Kabupaten Probolinggo, kembali menarik perhatian publik. Munculnya foto dan video sang pemimpin padepokan yang beredar luas di media sosial menimbulkan keresahan baru di tengah masyarakat.
Merespons hal tersebut, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur mengambil sikap. Sekretaris MUI Jatim, M. Hasan Ubaidillah, menegaskan bahwa pihaknya telah lama memiliki mekanisme resmi untuk menilai kelompok atau aktivitas yang dinilai menyimpang, termasuk terkait Dimas Kanjeng.
“Kami sudah melakukan kajian sejak bertahun-tahun lalu. Kesimpulannya tegas dan tidak menimbulkan penafsiran ganda. Kasus ini dulu menjadi isu nasional dan proses hukumnya pun belum sepenuhnya berakhir. Karena itu, aktivitas padepokan harus tetap berada dalam pengawasan,” ujarnya, Minggu (7/12/25).
Ia menambahkan bahwa pemantauan terhadap padepokan tidak bisa hanya dibebankan kepada aparat keamanan. Keterlibatan masyarakat serta para tokoh agama dinilai penting agar potensi gangguan dan keresahan dapat dicegah. Hasan meminta MUI Kabupaten Probolinggo meningkatkan pengawasan, mengingat lokasi padepokan berada dalam wilayah mereka.
“MUI Probolinggo perlu memastikan apakah kegiatan yang dilakukan masih mengandung unsur yang memenuhi indikator aliran menyimpang menurut ketentuan MUI,” tambahnya.
Isu mengenai kebangkitan aktivitas padepokan kembali mencuat setelah beredarnya foto dan video Dimas Kanjeng yang tampak hadir dalam sejumlah kegiatan sosial dan keagamaan di daerah asalnya. Ia diketahui memperoleh bebas bersyarat pada April 2025.
Dimas Kanjeng sebelumnya divonis dengan total hukuman 21 tahun penjara atas dua perkara besar: penipuan dengan modus penggandaan uang dan pembunuhan terhadap dua pengikutnya, Ismail Hidayah dan Abdul Gani. Kedua korban tewas karena diduga dianggap membocorkan praktik penipuan tersebut.
Kasus ini menjadi sorotan nasional pada tahun 2016 ketika aparat gabungan melakukan pengepungan besar-besaran di padepokan dan menangkap Dimas Kanjeng.
Setelah hampir sepuluh tahun berada di balik jeruji, kemunculan kembali aktivitasnya menimbulkan reaksi keras dari berbagai pihak. Banyak tokoh agama menyatakan kekhawatiran bahwa masyarakat bisa kembali terpengaruh bila tidak ada langkah pencegahan.
MUI Jatim menekankan bahwa pengawasan harus dilakukan dari aspek hukum sekaligus keagamaan. Dari sisi hukum, rekam jejak kasus padepokan menjadi pertimbangan penting. Dari sudut pandang keagamaan, potensi penyesatan harus diantisipasi, terutama bagi masyarakat yang belum mengetahui sejarah kasus tersebut.
“Ini adalah tanggung jawab bersama. Kita tidak ingin praktik-praktik merugikan yang pernah terjadi kembali muncul,” kata Hasan.
Sementara itu, Ketua Umum terpilih MUI Kabupaten Probolinggo, KH. Abd. Wasik Hannan, menjelaskan bahwa pihaknya terus memantau berbagai aliran yang berkembang di wilayahnya, termasuk kegiatan di padepokan Dimas Kanjeng.
“Kami tidak tinggal diam. Pengawasan terus kami lakukan agar aliran-aliran yang menyimpang setidaknya tidak lagi memiliki ruang untuk berkembang,” ujarnya.
Penulis: Moch. Sulaiman