
Probolinggo- PortalProbolinggo.com
Polemik keributan di kawasan Gelora hingga kini masih menjadi sorotan publik. Dugaan adanya intimidasi terhadap pedagang kaki lima (PKL) langsung dibantah oleh Ali, salah satu PKL yang terlibat dalam insiden tersebut. Menurutnya, keributan yang terjadi tidak berkaitan dengan PKL, melainkan persoalan parkiran yang kemudian melebar menjadi isu penataan lapak.
Ali menjelaskan, pada saat kejadian di lokasi turut hadir Kepala Dinas, Didit, Widodo, perwakilan Satpol PP, serta beberapa pihak lain termasuk Lutfi dan Rudi dari Laskar. Keributan itu, kata dia, muncul akibat perbedaan pembahasan antara dirinya dan YLV.
“Saya sedang membahas penataan PKL dengan Pak Kadis, tapi YLV malah membahas soal provokator. Padahal teman-teman PKL saja belum tertata rapi. Itu yang membuat pembicaraan jadi melebar dan menimbulkan ketegangan,” ujarnya.
Ali menegaskan bahwa kabar yang berkembang di media sosial soal PKL yang diintimidasi tidak benar. “Itu bukan PKL, itu masalah parkiran. Jangan diseret ke PKL. Justru saya sejak awal meminta agar penataan PKL dilakukan secara layak,” katanya.
Ia juga mengungkapkan kekecewaannya terhadap janji penataan yang tak kunjung diwujudkan pemerintah. Mulai dari masa kepemimpinan Taufik Alami hingga kini di bawah Dinas DKUPP yang baru, kondisi PKL di Gelora disebutnya tidak menunjukkan perbaikan.
“Dulu saya bisa dapat 300 sampai 800 ribu per hari. Sekarang dapat 50 sampai 60 ribu saja susah karena dipindah-pindah. Pelanggan bingung, dan pemerintah seperti tidak mau tahu kondisi kami. Katanya menyejahterakan PKL, tapi kenyataannya kami yang selalu disudutkan,” keluhnya.
Ali juga mengungkapkan bahwa penataan yang tak jelas telah menimbulkan kecemburuan sosial antara PKL di sisi utara dan selatan kawasan Gelora. Ia bahkan sempat bersitegang dengan petugas Satpol PP karena arahan lokasi yang tidak konsisten di lapangan.
“Penempatan kami ini bukan kemauan sendiri. Ini sesuai arahan dari dinas. Tapi justru kami yang disalahkan. Jadinya ada kecemburuan antara PKL. Kami hanya ingin jualan dengan tenang, tidak saling fitnah seperti yang terjadi selama ini,” jelasnya.
Komisi II Desak Pemerintah Ambil Alih Pengelolaan Gelora
Menanggapi polemik ini, Anggota Komisi II DPRD Kabupaten Probolinggo, Muad, menegaskan bahwa persoalan Gelora sudah lama menjadi perhatian serius DPRD. Dalam wawancaranya pada Selasa, 2 Desember 2025, ia mengungkapkan bahwa Komisi II telah memberikan peringatan tegas kepada DKUPP terkait kondisi yang dinilai rawan konflik tersebut.
“Ini sudah saya bahas saat hearing kemarin. Saya tekankan kepada DKUPP agar segera membereskan. Saya khawatir akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan jika menunda. DKUPP bilang mau dibereskan awal tahun, tapi saya tegaskan tidak perlu menunggu. Harus segera,” tegas Muad.
Ia menambahkan, pengelolaan Gelora harus segera diambil alih pemerintah, sehingga pendapatan asli daerah (PAD) dapat masuk kembali ke Kabupaten Probolinggo dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
“Jangan biarkan oknum-oknum berkeliaran memegang kuasa. Pengelolaan ini harus jelas untuk kepentingan rakyat Probolinggo. Dan jangan halang-halangi warga berjualan, selama mereka orang Probolinggo,” kata Muad.
PKL Sudah Berkali-kali Hearing, Tapi Penataan Tak Kunjung Jelas
Ali kembali menegaskan bahwa ia dan para PKL sudah berkali-kali mengikuti hearing dengan DPRD Kabupaten Probolinggo, termasuk bersama DKUPP. Namun seluruh janji penataan tak pernah terealisasi.
“Dulu DKUPP di masa Pak Taufik Alami janji satu bulan akan dibereskan, tapi sampai sekarang masih amburadul. Kami kecewa, karena janji itu tak pernah dibuktikan,” ungkap Ali dengan nada kecewa.
Para PKL berharap pemerintah segera mengambil langkah konkret, bukan hanya wacana. Mereka menuntut penataan yang adil, lokasi yang pasti, serta perlindungan agar bisa berjualan dengan aman dan tidak terus menjadi objek kontroversi.