-->

Notification

×

Manusia Tidak Lagi Dibutuhkan.

Jumat, 09 Mei 2025 | Mei 09, 2025 WIB | Last Updated 2025-05-09T05:43:57Z

Manusia Tidak Lagi Dibutuhkan.

*Oleh: Moh. Wardi — Guru Sejarah, SMAI Sirojul Ummah*

--Suatu era telah tiba.

Era di mana manusia tidak lagi saling membutuhkan.

Untuk kepuasan seksual, kini ada robot yang melayani tanpa emosi.

Untuk bercerita dan berbagi, sudah hadir kecerdasan buatan yang mendengarkan tanpa lelah, tanpa menghakimi.

Untuk membersihkan rumah, bekerja di ladang, atau mengurus kebutuhan hidup, telah diciptakan mesin-mesin yang menggantikan tangan manusia.

Untuk berjalan, kini ada sepeda dan kendaraan pintar yang mengantar tanpa teman.

Untuk bertani, ada alat yang menanam dan memanen tanpa petani.

Anak-anak yang lahir pun, kelak mungkin diasuh oleh robot.

Belajar bukan lagi di kelas, bukan lagi dengan guru,

tetapi di kamar-kamar sunyi yang dihubungkan langsung oleh mesin cerdas.

Manusia hidup seperti burung dalam sangkar emas:

terpenuhi kebutuhannya, dimanjakan teknologinya,

namun perlahan kehilangan makna eksistensinya.

Ketika semua bisa dipenuhi oleh alat,

maka relasi manusia—tatapan yang menguatkan, pelukan yang menenangkan,

perdebatan yang mencerdaskan, cinta yang menyembuhkan—

menjadi barang usang yang tak lagi diperlukan.

Dan yang paling mengerikan:

Program manusia masa depan bisa disetting sedemikian rupa,

oleh siapa pun yang menguasai teknologi dan otoritas.

Pikiran, emosi, bahkan moral kita,

bisa diatur, disesuaikan, dan dikendalikan.

Di era ini, pelajaran sosiologi, antropologi, dan ilmu-ilmu sosial lainnya

akan menjadi sekadar artefak yang dipajang di museum.

Sebab, untuk apa kita lagi meneliti *keberagaman budaya*,

kalau teknologi telah menyeragamkan semuanya?

Tidak ada lagi adat yang unik,

tidak ada lagi bahasa yang berbeda,

tidak ada lagi perdebatan nilai,

karena semua manusia disetting untuk *selaras* dengan program pusat.

Sosiologi akan dikenang sebagai kenangan masa lalu,

tentang zaman ketika manusia masih berbeda-beda,

dan perbedaan itu justru membuat kita belajar, bertumbuh, dan beradab.

Antropologi akan menjadi studi tentang spesies

yang dulu mencari makna lewat tarian, ritual, dan simbol,

sebelum akhirnya dikalahkan oleh algoritma global

yang memformat semua manusia menjadi satu template universal.

Ketika manusia tidak lagi saling membutuhkan,

kita bukan sekadar kehilangan sesama,

kita kehilangan diri kita sendiri.

Catatan sejarah telah mencatat peradaban besar yang tumbang,

bukan karena kelaparan atau kemiskinan,

tetapi karena kehilangan jiwanya.

Keberlangsungan zaman dan umat manusia bukanlah di tangan-tangan orang-orang pintar dalam hal teknologi, tetapi di tangan-tangan mereka yang kita anggap terpinggirkan. Orang-orang yang selama ini dianggap kurang paham teknologi, mereka yang mungkin berada di pinggiran masyarakat, justru akan menjadi penopang peradaban ini.

Peradaban masa depan tidak akan bertahan dengan kecanggihan teknologi semata, melainkan dengan kearifan manusia dalam menjalani hidup yang masih mengedepankan interaksi langsung, keberagaman budaya, dan nilai-nilai kemanusiaan. Manusia tidak akan menjadi manusia lagi jika seluruh keberadaannya hanya ditentukan oleh kecanggihan mesin.

Di tangan mereka yang sering dianggap terlupakan ini, peradaban sejati akan berlangsung, bertahan, dan berkembang. Mereka, yang dahulu sering dipandang sebelah mata, adalah mereka yang akan menunjukkan jalan bagi dunia yang semakin tergantung pada teknologi.

×
Berita Terbaru Update
Lapor Portal

Dukung Portal Probolinggo

QRIS Portal Probolinggo

Scan kode QRIS di atas untuk berdonasi

💸
Scan QRIS untuk Donasi

QRIS Portal Probolinggo

-->